mau melakukan syukuran aqiqah hari ke 40 sejak dilahirkannya bayi memang terkadang ada sedikit keraguan. banyak budaya dimasyarakat kita khususnya jogja, melakukan aqiqah pada hari ke-7, nah, tapi bagi kalian sudah terlanjur kelewat hari ke-7 dan tetap ingin melakukan aqiqah hari ke-40 dan seterusnya, beberapa dukungan dan referensi dibawah ini akan membantu anda memahaminya.. yuk mulai membaca biar paham..
bagaimana menurut ulama indonesia menganai aqiqah hari ke 40 ?
Mayoritas Ulama di Indonesia bermadzab Imam Syafi’i, baik Muhammadiyah maupun NU (Nahdhatul Ulama). Karenanya, tidak sedikit tidak heran bila masyarakat anda merayakan syukuran aqiqah hari ke 40 atau setelah dewasa. Alasannya karena waktu kecil belum aqiqah. berikut ini pendapat buya yahya, dan ustad kholid basalamah. yang banyak diikuti oleh masyarakat di indonesia.
lalu bagaimana hukumnya syukuran aqiqah hari ke 40 sesudah kelahiran bayi, apakah wajib atau sunah? Yang jadi masalah ialah ada yang menuliskan wajib, ada pun yang menuliskan sunah. Saya jadi bingung kalau dilakukan kan paling tidak perlu biaya, sedangkan suasana ekonomi saya pas-pasan. Saya sampaikan terima kasih atas jawabannya.
jawaban dari pertanyaan saudara mengenai aqiqah hari ke 40
Saudaraku rahimakumullah, kelahiran bayi disamping adalahamanah Allah, memang adalahnikmat yang patut guna disyukuri. Namun butuh disadari bahwa bersyukur bisa diekspresikan dengan berbagai format dan tidak terpaku pada satu model. Syukur bukan berarti “syukuran” sebagaimana pemahaman umum, kebalikannya wujud utamanya ialah mentaati dzat yang memberi nikmat (tha’at al-masykur).
Secara eksklusif berkait dengan kelahiran anak terdapat format formal dari bersyukur tersebut, yakni aqiqah atau dengan nama beda –yang lebih digemari oleh beberapa syafi’iyyah– nasikah atau dzabihah. Bagi ini secara konkrit ulama mendefinisikan bahwa aqiqah merupakan: Apa yang disembelih karena kelahiran anak sebagai format syukur untuk Allah dengan niat dan kriteria-syarat khusus.
Mengenai hukumnya memang beberapa ulama terdapat yang berasumsi wajib –seperti Dzahiriyyah- dan yang beda berkeyakinan bahwa aqiqah ialah sunah sebagaimana pendapat Syafi’iyyah dan Hanabilah. Keduanya berangkat dari dua hadis namun bertolak belakang dalam menalar tingkat perintahnya.
“Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya. Aqiqah tersebut disembelih pada hari ketujuh. (Pada saat tersebut bayi) dicukur rambutnya dan diberi nama.
” (HR. Abu Dawud dan al-Hakim).
Saya sendiri secara individu lebih ingin kepada hukum sunnah. Adapun masalah waktunya –sebagaimana tersurat dalam hadis-, lebih baik pada hari ke tujuh tersebut. Tapi tidak menutup bisa jadi pada masa-masa yang lain, baik sebelum atau sesudahnya sebagaimana didukung Malikiyyah dan Syafi’iyyah. Dengan demikian tidak terdapat keterikatan dengan masa-masa tertentu berhubungan keabsahannya, lagipula aqiqah hari ke 40. Wallahu a’alam
bagaimana aqiqah hari ke-40 menurut imam Syafi’iyah dan Hambali
Beberapa pandangan ulama madzhab Syafi’iyah dan Hambali wacana masa-masa aqiqah yaitu dibuka dari kelahiran sang bayi. Mereka beropini bahwa hukumnya tersebut tidak sah bilamana aqiqah dilakukan sebelum bayi lahir. Memotong hewan sebelum bayi bermunculan maka dirasakan sebagai sembelihan biasa.
Ulama dari kalangan Syafi’iyah beropini bahwa masa-masa aqiqah dapat diperpanjang. Meski begitu, kerjakan aqiqah sebelum anak baligh (dewasa). Karena bila baligh belum pun diaqiqahi, maka aqiqahnya telah gugur.
Orang yang baligh boleh mengaqiqahi diri sendiri. Karena Ulama Syafi’iyah berpandangan bahwa aqiqah tersebut kewajiban sang ayah.
Sementara semua ulama kalangan Hambali berpandangan bahwa bila aqiqah tidak dapat hari ke-7, maka disunnahkan dan boleh hari ke-14, hari ke-21 dan seterusnya.
apakah orang menyembelih aqiqah pada hari ketujuh atau sesudahnya? Bolehkah menyembelih aqiqah pada umur dewasa?
Kalau begitu, kapan rambut bayi itu dipotong dan kapan hewan aqiqah tersebut dipotong?
Kebiasaan atau tradisi sering di anggap sebagai hukum yang urgen untuk dipertahankan. Apakah memang demikian? Bila kebiasaan tersebut tidak membias dari doktrin Islam maka sepatutnya untuk seorang muslim guna mempertahankan kelaziman yang baik dan benar. Namun bila diketahui ada kelaziman yang di anggap baik, tetapi tidak benar maka masing-masing muslim berkewajiban meluruskannya dengan teknik yang arif yaitu teknik yang bisa mereka pahami dan mereka amalkan. Jika urusan tersebut dirasa susah maka upaya dengan memberi misal yang benar patut diperjuangkan.
Menyembelih hewan aqiqah kapanpun dilakukan dapat di anggap sebagai sebuah amal terpuji dan baik. Namun butuh disadari bahwa tidak seluruh yang baik dan terpuji menurut keterangan dari pandangan satu kumpulan masyarakat bisa diterima oleh kumpulan lainnya. Karena masing-masing kumpulan memiliki kelaziman yang berbeda. Dan sebaik apapun suatu tindakan tidak tergolong ibadah yang benar bila tidak bersumber untuk sunnah Rasulullah saw atau melampauai batas yang sudah ditetapkannya.
Untuk masalah aqiqah, Rasulullah saw telah memutuskan kapan masa-masa penyembelihan. Beliau bersabda:
عَنْ سَمُرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ غُلامٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى
Dari Samurah ra dari Nabi saw bersabda: masing-masing ghulam (anak kecil) (laksana) barang gadaian yang ditebus dengan aqiqah yang disembelih pada hari ketujuh, dan gundul serta diberi nama (pada hari yang sama).
(HR. Ibnu Majah)
Jika anda gabungkan arti aqiqah menurut keterangan dari bahasa dengan penjelasan aqiqah dalam sabda Rasulullah maka dapat dijamin bahwa aqiqah tersebut sangat bersangkutan dengan masalah bayi yang rambutnya masih bahwa dari dalam kandungan ibunya. Adapun orang telah lanjut umur maka bukan lagi ada hubungan dengan masalah aqiqah karena rambut mereka sudah dipotong berkali-kali dan bukan lagi dapat disebutkan sebagai ghulam (anak dalam batasan usia tertentu).
baca juga yuk
- Tips lengkap Memilih Catering Pernikahan jogja yang Tepat
- jasa penyedia layanan aqiqah di bantul pada bulan ini
Dari sejumlah hadits diatas bisa diambil sejumlah pelajaran penting:
– Anak yang baru lahir membawa aqiqah yakni rambut bawaan yang perlu dicukur pada hari ketujuh.
– Pemotongan rambut bersamaan waktunya dengan pemotongan binatang, karena hewan yang dicukur atas nama anak itu disebut aqiqah
– Pemotongan rambut paling bermakna untuk kebersihan dan kesehatan jasmani bayi sedangkan pemotongan hewan (aqiqah) paling bermakna untuk kebersihan harta, kemaslahatan family dan komunikasi social yang paling berpengaruh untuk jiwa anak dimasa mendatang.
– Pemotongan rambut bayi menjadi jalan guna beramal shaleh berupa sedekah yang paling bermakna untuk masyarakat yang memerlukan pertolongan atau fakir kurang mampu sementara hewan sangat bermakna untuk peningkatan kualitas komunikasi social sebab dagingnya diberikan kepada masyarakat sekitar.
– Aqiqah ialah satu nama guna dua benda yakni rambut bawaan bayi dan hewan yang dipotang pada saat memotong rambut tersebut. Jika pemotongan binatang dilangsungkan pada masa-masa yang bertolak belakang maka istilah aqiqah untuk binatang itu tidak cocok dengan maknanya.
– Dalam hadits riwayat Tabrani ditemukan keterang yang membolehkan pemotongan binatan pada hari ke 14 atau ke 21. Hadits ini melulu ditemukan pada buku almu’jam al ausath yaitu kelompok hadits riwayat Tabrani. hadits ini tidak hanya tidak cocok dengan artinya secara tinjauan bahasa akan namun juga dari sisi periwayatanya juga dipertanyakan, sebab diantara sanadnya terdapat yang mempunyai nama Abdul Wahab bin Atha al Khafaf. Berdasarkan keterangan dari Bukhori dia tidak powerful dan menurut keterangan dari Ibnu Hajar hadits yang diriwayatkannya tidak sedikit yang munkar.
tips dan saran dalam memanfaatan daging aqiqah.
Adapun teknik pemanfaatan daging dari hewan aqiqah, sebab Rasulullah saw tidak menjelaskan, maka kita dilepaskan untuk memilih cocok dengan situasi dan kebutuhan lingkungan setiap yang di anggap lebih maslahat untuk semua pihak. Apakah mau diberikan secara mentahnya atau diberikan setelah dimasak. Apakah dimakan bareng pada satu lokasi atau diangkut ketempat masing-masing. Hanya saja bila dimakan bareng pada satu lokasi dan bila memungikinkan guna berkumpul sejenak
.perkumpulan dalam acara aqiqah yang dipenuhi dengan ceramah keagamaan bukanlah adalahpaket pekerjaan aqiqah akan namun sebagai satu pekerjaan yang biasa dilaksanakan masyarakat muslim pada masing-masing ada kesempatan.
Kesimpulan dari kami
– Aqiqah tergolong syariat yang paling jelas keterangannya dari Rasulullah Saw
– Pelaksanaan pemotongan / penyembelihan hewan aqiqah ditemukan paling bervariasi dampak budaya
– Keragaman teknik tersebut bisa diterima sekitar tidak bertentangan dengan nash yang jelas.
– Pemotongan hewan aqiqah yang tentu dan bisa dipertanggung jawabkan ialah yang dilangsungkan pada hari ketujuh dari kelahiran bayi yang diberi aqiqah.
– Adapun sedekah dari daging hewan yang dicukur pada hari lainnya maka diinginkan menjadi unsur dari amal shaleh sebagai sedekah biasa sekitar niatnya ikhlas untuk menggali ridha Allah
baca juga ya..
Pingback: Waktu aqiqah menurut imam syafi'i, kajiah fiqih aqiqah madzab imam syafi'i - Ridho Aqiqah JogjaRidho Aqiqah Jogja