Tata cara Aqiqah Menurut Keterangan dari Muhammadiyah

Tata cara Aqiqah berdasarkan keterangan dari Muhammadiyah, pada dasarnya ketika kita melakukan aqiqah adalah ikut tata cara madzhab 4 besar dunia, mengingat banyaknya perbedaan pendapat dari berbagai ulama, maka berbagai organisasi seperti Muhammadiyah, NU dll, merumuskan cara melakukan aqiqah sesuai madzab yang di anut. agar nantinya rumusan itu dapat digunakan praktik dimasyarakat secara mudah dan praktis. nah berikut beberpa pandangan aqiqah oleh muhammadiyah..

tata cara aqiqah menurut muhammadiyah
tata cara aqiqah menurut muhammadiyah

Muhammadiyah merujuk untuk  tuntunan Nabi SAW :

كل غلام مرتهن بعقيقته تذبح عنه يوم السابع ويسمى فبه ويحلق رأسه (رواه الخمسة وصححه الترمذى)

Artinya : tiap-tiap anak tersebut  tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih sebagai tebusan pada hari yang ketujuh dan diberi nama pada hari tersebut  serta dipotong  kepalanya.

(HR. Lima berpengalaman hadis dari Samurah bin Jundub. Dishahihkan oleh at turmuzi).

Terdapat hadis yang disebutkan ialah  hewan yang disembelih tersebut  dua ekor domba  atau kambing  untuk seorang anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan. Sebagaimana dilafalkan  oleh hadis yang diterima dari Aisyah inilah  ini  :

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : عن الغلام شاتان مكافأتان وعن الجارية شاة (رواه احمد والترمذي وصححة)

Artinya: Rosulullah SAW. Bersabda aqiqah untuk  anak laki-laki dua ekor domba  yang sesuai  dan untuk  anak wanita  satu ekor. (HR. Ahmad Ibnu Majah dan At Turmuzi menyahihkannya). Hadis tersebut menyatakan  bahwa bila  hendak  berqurban, maka guna  laki-laki memakai  2 ekor domba  dan satu ekor domba  untuk perempuan.

Setelah kambing  disembelih dengan niat guna  mengaqiqahkan anaknya, maka daging aqiqah itu  sebagian dimakan oleh family  dan sebagian diserahkan  kepada fakir dan kurang mampu  dan andai  masih terdapat  sisah maka dagingnya diserahkan  kepada tetangga dan sanak keluarga.

Tahab akhir dalam tata cara aqiqah, adalah pembagian daging

Sebaiknya daging yang akan diserahkan  sudah di olah atau dimasak. Ada  cara  lain untuk menyalurkan  daging aqiqah dengan  cara  mengadakan tasyakuran (aqiqah) atas kelahiran bayi.

Acara ini sering dipakai  oleh masyarakat, bila  hendak  membagikan daging domba  maka usahakan  menyelenggarakan  acara aqiqah saja di lokasi  tinggal  dengan mengundang masyarakat, family  dan figur  masyarakat.

Sebaiknya mengundang figur  masyarakat baik wanita  atau laki-laki guna  berceramah tentang  aqiqah, supaya  masyarakat lain pun  terbawa dan lebih memahami  makna aqiqah guna  sang buah hati.

Di samping  mendapat pahala sebab  membagi rezeki, andai  mengadakan pengajian pastinya  menyambung tali silaturahmi. Jika jarang ketemu dengan kerabat, dengan menyelenggarakan  aqiqah maka tali silaturahminya jadi tersambung lagi. Jadi tidak sedikit  sekali guna  aqiqah. 

Pelaksanaan tata cara Aqiqah

Di samping  dua hadis di atas, ada pun  hadis yang membicarakan  mengenai aqiqah. Jika aqiqah tidak dapat  dihari ketujuh, lantas  dihari keempat belas, atau kedua puluh satu. Berikut haditsnya:

العقيقة تذبح لسبع و لأربع عشرة ولأحدى وعشرين (البيهقي)

Yang artinya: aqiqah tersebut  disembelih dihari ketujuh dan hari ke empat belas dan pada hari kedua puluh satu. Ada riwayat yang menuliskan   yaitu Al-Baihaqi dari Anas menyatakan  bahwa nabi SAW. Mengaqiqahkan dirinya sesudah  jadi nabi.

أن النبي صلى الله عليه وسلم : عق عن نفسة بعد النبوة (رواه البيهقي)

Artinya : “bahwasanya Nabi SAW. Mengaqiqahkan dirinya sesudah  beliau menjadi Nabi”.

Akan namun  dua hadis diatas diperselisihkan keotentikannya oleh semua  ulama.  Mengetahui hadis diatas daif, maka pengamalan  aqiqah hanya dapat  dilakukan pada hari ketujuh saja.

ini pentingnya pemberian nama anak.

Mengaqiqahkan bayi dihari ketujuh ketika  kelahiran bayi paling  dianjurkan. Di hari ketujuh juga disarankan  untuk menyerahkan  nama sang bayi andai  pas kelahiran anak itu  belum diserahkan  nama.

Maka pada ketika  aqiqah dapat  diumumkan nama bayi tersebut. Tentunya dengan nama yang baik dan memiliki makna  yang bagus, sebab  di dalam Islam pemakaian  nama seringkali  mengacu pada doa dan harapan guna  bayi tersebut.

Demikian tatacara aqiqah menurut  keterangan dari  ormas Muhammadiyah yang seringkali  terhimpun dalam HPT atau Himpunan Putusan Tarjih yang merupakan kelompok  keputusan untuk dijadikan acuan penduduk  Muhammadiyah.

HUKUM AQIQAH, MENGAQIQAHI DIRI SENDIRI DAN PENYEMBELIHAN AQIQAH DALAM ACARA KURBAN

 (disidangkan pada hari Jum’at, 3 Zulhijjah 1433 H / 19 Oktober 2012 M)

majlis tarjih

Pertanyaaan:

Saya penduduk  Muhammadiyah di Jepara yang berbaur di kalangan Nahdiyin di lokasi  saya:

1. Saya dimintai pertanyaan mengenai  mengakikahi diri sendiri saat  sudah besar, akikah tersebut  hukumnya mesti  atau sunah pak? Budaya masyarakat andai  akikah belum dilakukan  sejak kecil tapi bila   dewasa diakikahi, sebenarnya  akikah itu  tugas orang tua namun  tatkala dewasa diakikahi sendiri berarti masing-masing  bayi bermunculan  punya tanggungan akikah kelak  kalau telah  dewasa.

2. Ketika pengamalan  Idul Qurban, saya sebagai panitia qurban menemukan  peserta akikah dalam pengamalan  idul qurban, apa yang bakal  kami lakukan  mengenai penyembelihan akikah dalam acara qurban pak? Mohon balasan dan jawabannya, terima kasih.

Jawaban:

Terima kasih atas pertanyaan yang sudah  bapak ajukan, semoga bapak selalu berada dalam rahmat dan lindungan Allah swt. Jawaban atas pertanyaan bapak bakal  kami ucapkan  secara urut sebagai berikut:

1. Sebelum membalas  pertanyaan kesatu , butuh  kami sampaikan sejumlah  hal berhubungan  akikah. Secara bahasa, akikah ialah  membelah dan memotong, sehingga kambing  yang disembelih pun pun  disebut akikah, sebab  tenggorokannya dibelah dan dipotong.

Di samping  itu, ada pun  yang mengartikannya dengan rambut yang ada  di kepala bayi yang baru terbit  dari perut ibunya (ash-Shan’any, Subulus-Salam, Bab al-Akikah, hlm. 333). Adapun akikah menurut  keterangan dari  terminologi syariat ialah  hewan yang disembelih guna  anak yang baru dicetuskan  sebagai ungkapan syukur untuk  Allah dengan niat dan kriteria -syarat yang eksklusif  (Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Shahih Fiqhus-Sunnah, Bab al-Aqiqah, hlm. 636).

Hukum akikah menurut pendapat kuat

Hukum akikah menurut  pendapat rajih (kuat) yang disepakati oleh jumhur ulama ialah  sunah muakadah. Ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw: 

ْ كُسْنَيْلَ ف ُهْنَ ع َكُسْنَ ي ْنَ أ َبَّحَأَ ف ٌَ لَِ و َُ لَ َد لِ[ .رواه أبو داود والنسائى وأحمد ُ و ْنَم والبيهقي] 

Artinya: “Barangsiapa yang dikaruniai anak dan hendak  beribadah atas namanya, maka hendaklah ia beribadah (dengan menyembelih hewan  akikah).”

[HR. Abu Dawud no. 2842, an-Nasa’i vol. 7 no. 162, Ahmad vol. 2 no.194, dan al-Baihaqi vol. 9 no. 300]

Sabda Nabi saw: “Barangsiapa yang dikaruniai anak dan hendak  beribadah atas namanya” mengindikasikan  bahwa akikah sunnah hukumnya. Adapun mengenai  pelaksanaannya, akikah disyariatkan pada hari ketujuh dari kelahiran anak, sebagaimana diterangkan  dalam hadis Rasulullah saw:   ُ

هُسْأَ ر ُقَلُْيَُ فديهد و َ مََّسُيَ ابدعد و َ الس َمْوَ يُهْنَ ع ُحَبْذُ تدهد ت َ قديق َ بدع ٌنَهَتْرُ م ٍم َ لَُ غ ُُ كُل[ .رواه الخمسة عن سمرة بن جندب، وصححه الترمذي]

Artinya: “Tiap-tiap anak tersebut  tergadai dengan akikahnya yang disembelih sebagai tebusan pada hari yang ketujuh dan diberi nama pada hari tersebut  serta dipotong  kepalanya.”

[Hadis diriwayatkan oleh lima berpengalaman hadis dari Samurah bin Jundub, disahihkan oleh at-Tirmidzi]

berbagai pendapat mengenai kapan pelaksanaan aqiqah?

Memang ada sejumlah  pendapat mengenai  kapan masa-masa  pelaksanaan akikah di samping  hari ketujuh setelah  kelahiran. Paling tidak terdapat  dua pendapat: Pertama, pendapat yang diajukan  oleh ulama madzhab Hambali yang menuliskan   bahwa pengamalan  akikah boleh pada hari ke-14, 21 atau seterusnya manakala pada hari ke-7 dari kelahiran anak, orang tuanya tidak dapat  mengakikahi. Mereka berhujah dengan hadis yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya:

  َ دين ْ عدشْ َ ى و َدْ لإدح َ وَةَ ْ  ] شْ. [رواه البيهقي َ عَعَبْرَلأَ و ٍعْبَ لدس ُحَبْذُ تُةَ قديق َعْال

Artinya: “Akikah tersebut  disembelih pada hari ketujuh dan pada hari keempat belas dan pada hari keduapuluh satu.”

[HR. al-Baihaqi]

Kedua, pendapat yang diajukan  ulama madzhab Syafi’i.

Berdasarkan keterangan dari  mereka akikah tidak bakal  gugur atau hilang penundaannya hingga  akikah tersebut  dilakasanakan, meskipun oleh dirinya sendiri. Mereka berhujah dengan hadis yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Anas ra yang melafalkan  bahwa Nabi saw baru mengerjakan  akikah guna  dirinya sesudah  beliau menjadi Nabi:

  ُ الل َلََّ صَ د بِى د َ النّ َنَأ ] ة .[رواه البيهقي َوُبُ النّ َدْعَ سدهد ع ْسَ ف ْنَ ع َقَ عَ َلَسَ هد و ْيَلَ ع

Artinya: “Bahwasanya Nabi saw mengakikahkan dirinya sesudah  beliau menjadi Nabi.”

[HR. al-Baihaqi]

Akan tetapi, kedua hadis di atas diperselisihkan keotentikannya oleh semua  ulama. Hadis al-Baihaqi yang diriwayatkan dari Abdullah bin Buraidah di atas dinilai daif sebab  dalam sanadnya ada  Ismail bin Muslim al-Makky yang didaifkan oleh Ahmad, an-Nasa’i dan Abu Zur’ah. Demikian pun  hadis al-Baihaqi dari Anas ra dinilai daif sebab  pada sanadnya ada  seorang yang mempunyai  nama  Abdullah bin al-Muharrar yang ditetapkan  lemah oleh beberapa berpengalaman  hadis antara beda  oleh Ahmad, ad-Daruqutni, Ibnu Hibban dan Ibnu Ma’in (lihat kitab  Tanya Jawab Agama oleh Tim PP Muhammadiyah Majlis Tarjih, jilid IV halaman 233).

menurut imam an nawawi

Bahkan an-Nawawi menyinggung  hadis ini sebagai hadis batil sebab  al-Baihaqi meriwayatkan melewati  jalan Abdullah bin al-Muharrar dari Qatadah. Al-Baihaqi sendiri menyinggung  hadis ini sebagai hadis munkar. Oleh sebab  itu, menurut irit  kami hadis-hadis itu  tidak butuh  diamalkan. Berdasarkan keterangan  di atas, dapat diputuskan  bahwa:

  • a. Hukum akikah ialah  sunnah muakadah dan masa-masa  pelaksanaan akikah ialah  hari ketujuh dari kelahiran bayi.
  • b. Yang dituntut untuk mengemban  ibadah akikah ialah  orang tua dari bayi yang dilahirkan, sampai-sampai  seseorang tidak butuh  mengakikahi diri sendiri.

2. Mengenai pertanyaan kedua, bahwasannya  dari apa yang sudah  kami sampaikan  di atas, pertanyaan kedua bapak itu  secara tidak langsung sudah  terjawab, bahwa akikah disyariatkan pada hari ketujuh dari kelahiran bayi. Akikah terbelenggu  dengan masa-masa  kelahiran sang bayi itu  dan tidak terdapat  tuntutan akikah saat  sudah melebihi 7 hari kelahiran bayi, maupun tatkala seseorang telah  dewasa. Sementara ibadah kurban dapat dilakukan  setiap tahun sekali. Apabila kambing  sembelihan akikah dimaksud ialah  untuk akikah yang telah  lewat dari 7 hari kelahiran bayi atau guna  mengakikahi orang dewasa, betapa  baiknya bila  dianjurkan  untuk dipindahkan  niatnya sebagai kambing  kurban. Namun andai  akikah itu  memang bertepatan dengan masa-masa  penyembelihan kurban, maka tidak mengapa dilakukan  bersamaan dengan penyembelihan kurban itu. Perlu diketahui pula, tidak dibetulkan  menyatukan niat antara akikah dan kurban, yaitu  dalam satu kambing  sembelihan guna  dua niat, akikah dan kurban sekaligus. Keduanya mempunyai  ketentuan-ketentuan yang bertolak belakang  satu sama lain, baik mengenai  waktu, kriteria , dan lain-lainnya, pun  tidak terdapat  nas al-Qur’an atau hadis yang mengaku  bahwa akikah dan kurban bisa  disatukan.

baca juga yuk: