firman allah tentang aqiqah

Berbicara mengenai firman allah tentang aqiqah memang tidak terdapat  ketentuannya dalam secara langsung di kitab suci al-Qur’an. Dalil yang berkata  mengenai aqiqah banyak sekali  ada  dari hadits-hadits yang diriwayatkan oleh sahabat  Nabi saw.

firman allah tentang aqiqah menyatakan  secara gamblang  tentang adanya aqiqah. Baik dari makna, sejarah dan pun  ibrah atau pelajaran yang didapat dari melaksanakan  aqiqah. ,yuk mulai membaca dengan cermat..

Baca juga: Harga Terbaru Aqiqah di Jogja Anak laki-laki dan perempuan

firman allah tentang aqiqah

Firman allah tentang aqiqah dan pelajaranya atau ibrah

Ketika seorang muslim mengemban  aqiqah, maka pelajaran atau ibrah yang dapat  ia ambil ialah  dari surat Al-Isra’ ayat 24-27. Di mana guna  dari beraqiqah ialah  seorang muslim dapat  berbagi dengan sesama muslim. Aqiqah juga dapat  meningkatkan silaturrahim antar sesama muslim.

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (٢٤)

surat Al-Isra’ ayat 24

24. Dan hendaknya rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan sarat  kesayangan kemudian  ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua (orang tua)telah mendidikku masa-masa  kecil”.

رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا فِي نُفُوسِكُمْ إِنْ تَكُونُوا صَالِحِينَ فَإِنَّهُ كَانَ لِلأوَّابِينَ غَفُورًا (٢٥

surat Al-Isra’ ayat 25

25. Tuhan-Mulebih memahami  apa yang terdapat  dalam hatimu; andai  kamu orang-orang yang baik, maka sesungguh-Nya Dia Tuhan yang Pengampun untuk  orang-orang yang inginkan  bertaubat.

وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (٢٦)

surat Al-Isra’ ayat 26

26. Dan hendaknya berikanlah untuk  keluarga-keluarga yang dekat bakal  haknya, untuk  orang kurang mampu  dan pun  orang yang sedang dalam perjalanan dan janganlah anda  menghambur-hamburkan hartamu dengan boros.

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا (٢٧

surat Al-Isra’ ayat 27

27. Sesunggunya pemboros-pemboros itu ialah  saudara-saudaranya semua  syaithan. Dan sayaithan ialah  makhluk yang paling  ingkar untuk  Tuhan-Nya.

berdasarkan firman allah tentang aqiqah di surat Al-Isra’ ayat 24-27 tersebut sudah  begitu jelas menjelaskan  bahwa aqiqah tak berbeda  menyisihkan beberapa  harta untuk  orang-orang yang berhak. Aqiqah ialah  kewajiban untuk  orang tua atas tergadainya anak semenjak  lahir.

bagaimana Sejarah permulaan disyariatkan Aqiqah

Adapun guna  sejarah aqiqah sendiri ialah  menurut  cerita  Nabi Muhammad SAW. Hendaknya dari segala cerita  Nabi, dapat  dijadikan sebagai teladan untuk  umatnya.

Baca Juga:

Secara global dan eksplisit, firman allah tentang aqiqah ialah  surat At-Thoha ayat 99-102.

كَذَلِكَ نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ مَا قَدْ سَبَقَ وَقَدْ آتَيْنَاكَ مِنْ لَدُنَّا ذِكْرًا (٩٩)

surat At-Thoha ayat 99-102

99. Demikianlah Kami kisahkan kepadamukisahtentang Nabi Muhammad. Kisah Nabi Muhammad ialah  sebagian dari cerita  umat yang sudah  lalu. Dan sungguh, sudah  Kami berikan kepadamu sebuah  peringatan berupa Al Quran dari segi  Kami.

مَنْ أَعْرَضَ عَنْهُ فَإِنَّهُ يَحْمِلُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وِزْرًا (١٠٠)

100. Barang siapa berpaling dari Al Qur’an,maka sesunggunya di bakal  memikul dosa yang besar pada hari kiamat,

خَالِدِينَ فِيهِ وَسَاءَ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حِمْلا (١٠١)

101. Mereka bakal  kekal dalam suasana  berlimang dosa. Dan sungguh buruk beban dosa itu untuk  mereka pada hari kiamat.

يَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ وَنَحْشُرُ الْمُجْرِمِينَ يَوْمَئِذٍ زُرْقًا (١٠٢)

102. Pada hari kiama, sangkakala ditiup guna  yang kedua kali. Dan dan pada hari kiamat tersebut  Kami kumpulkan orang-orang yang berdosa dengan wajah biru muram.

Berdasarkan firman allah tentang aqiqah di atas, maka dapat  dipetik hikmah, sesungguhnya  kisah nabi Muhammad hendaknya menjadi panutan di setiap tahapan  seorang muslim.

Tiada panutan yang patut diteladani di samping  Nabi Muhammad, Sang Teladan ummat. Aqiqah sendiri pun  mengaca untuk  apa yang sudah  diajarkan oleh Nabi Muhammad.

mana saja hadist yang menjelaskan  soal Hukum Aqiqah secara gamblang?

Jumhur (mayoritas) ulama fiqh mengaku  bahwa hukum aqiqah ini ialah  mustahab (sunat). Dalil yang mengindikasikan  atas disyariatkannya aqiqah ialah  hadits Samurah bin Jundub radhiallahu ‘anhu, sesungguhnya  Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

كل غلام مرتهن بعقيقته تذبح عنه يوم السابع ويحلق رأسه ويسمى

“Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, dilaksanakan  penyembelihan untuknya pada hari ketujuh (dari hari kelahirannya), dipotong  rambutnya, dan diserahkan  nama

.” [HR Abu Daud (2838) dan Ibnu Majah (3165). Hadits shahih]

Adapun alasan  yang memalingkannya dari hukum wajib untuk  hukum mustahab ialah  hadits ‘Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, sesungguhnya  Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

من ولد له ولد فأحب أن ينسك عنه فلينسك عن الغلام شاتان مكافئتان وعن الجارية شاة

“Barangsiapa yang anaknya bermunculan  lalu dia hendak  menyembelih (aqiqah) untuknya maka hendaknya dia menyembelih dua domba  yang serupa   sifatnya guna  anak pria  dan seekor domba  untuk anak perempuan.”

[HR Abu Daud (2842). Hadits hasan.]

Hadits di atas mengindikasikan  bahwasanya bilamana  yang lahir ialah  anak pria  maka jumlah domba  yang disembelih ialah  dua ekor dan mempunyai  sifat yang sama atau serupa , sementara  bila yang lahir ialah  anak wanita  maka yang disembelih ialah  satu ekor domba  saja.

hukum apa yang banyak di pakai di negara kita dan menrut kebanyakan ulama?

Hukum pengamalan  aqiqah ini ialah  sunnah muakkadah, sebagaimana diriwayatkan dari Samurah bahwa Nabi saw bersabda,”

كل غلام مرتهن بعقيقته تذبح عنه يوم سابعه ويحلق ويتصدق بوزن شعره فضة أو ما يعادلها ويسمى

Artinya: Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, maka pada hari ketujuh disembelih hewan, dipotong  habis1 rambutnya, dan diberi nama

– Hadits dalam sahih Bukhari

مع الغلام عقيقه فأهريقوا عنه دما وأميطوا عنه الأذى

Artinya: Setiap anak bareng  aqiqahnya, maka sembelihlah fauna  dan hilangkanlah gangguan darinya

LANTAS ? MAKSUD ANAK TERGADAI DALAM HADITS AQIQAH ITU APA

firman allah tentang aqiqah lengkap jogja
firman allah tentang aqiqah

pertanyaan ini di jawab seperti ini. ringkasnya seperti ini..

Pertanyaan-pertanyaan saudara bakal  kami jawab sebagai brikut:

A). Al-Khaththabi rahimahullah berbicara  : “(Imam) Ahmad berkata, Ini tentang  syafaat. Beliau menghendaki bahwa andai  si anak tidak diaqiqahi, kemudian  anak tersebut  meninggal masa-masa  kecil, dia tidak dapat  memberikan syafa’at untuk  kedua orang tuanya” [Ma’alimus Sunan 4/264-265, Syarhus Sunnah 11/268]

B). apakah arti  ‘tergadai dengan aqiqahnya? Karena arti  ini pun  adalah penjelasan Imam Atha al-Khurasani, seorang Ulama besar dari generasi Tabi’in. Imam al-Baihaqi rahimahullah meriwayatkan dari Yahya bin Hamzah yang mengatakan, “Aku bertanya untuk  Atha al-Khurasani, apakah arti  ‘tergadai dengan aqiqahnya’, beliau menjawab, ‘Terhalangi syafa’at anaknya’. [Sunan al-Kubro 9/299]

C). Beliau berkata, “Makna tertahan/tergadai (dalam hadits aqiqah) ini masih diperselisihkan. Sejumlah orang mengatakan, artinya  tertahan/tergadai dari syafa’at guna  kedua orag tuanya. Hal itu disebutkan  oleh Atha dan dibuntuti  oleh Imam Ahmad. Pendapat itu  perlu dikoreksi, sebab  syafa’at anak guna  bapak tidak lebih utama dari sebaliknya. Sedangkan keadaannya sebagai bapak tidaklah berhak menyerahkan  syafa’at guna  anak, demikian pun  semua kerabat.

Allah Azza wa Jalla berfirman.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لَا يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلَا مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا

Hai manusia, bertakwalah untuk  Rabbmu dan takutilah sebuah  hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat membantu  anaknya dan seorang anak tidak bisa  (pula) membantu  bapaknya sedikitpun. [Luqman/31 : 33]

Allah Azza wa Jalla pun  berfirman.

وَاتَّقُوا يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ

Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak bisa  membela orang lain, meski  sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa’at. [al-Baqarah/2 : 48] Allah Azza wa Jalla berfirman.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ

Wahai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) beberapa  dari rezeki yang sudah  Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari tersebut  tidak terdapat  lagi jual beli dan tidak terdapat  lagi syafa’at. [al-Baqarah/2 : 254]

penjelasan selanjutnya.

Maka pada hari Kiamat, siapa saja tidak dapat  memberikan syafa’at untuk  seorangpun kecuali sesudah  Allah Azza wa Jalla menyerahkan  izin untuk  orang yang dikehendaki dan diridhai oleh-Nya. Dan izin Allah Azza wa Jalla tersebut  tergantung untuk  amalan orang yang dimintakan syafa’at, yakni  amalan tauhidnya dan keikhlasannya. Juga (tergantung) untuk  kedekatan dan status  pemohon syafa’at di sisi Allah Azza wa Jalla.

Syafa’at tidak didapatkan  dengan karena  kekerabatan, suasana  sebagai anak dan bapak. Penghulu semua  pemohon syafa’at dan orang yang sangat  terkemuka di hadapan Allah Azza wa Jalla (yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam) pernah berbicara  kepada paman, bibi, dan putrinya :

لاَأُغْنِي عَنْكُم مِنْ اللَّهِ شَيْئًا

Aku tidak dapat menampik  (siksaan) dari Allah terhadap anda  sedikit juga  Di dalam riwayat lain.

لاَأمْلِكُ لَكُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا

Aku tidak menguasai kebajikan  sedikitpun dari Allah untuk anda  Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berbicara  dalam syafa’at yang sangat  besar saat  beliau bersujud di hadapan Rabbnya dan memohonkan syafa’at : ‘Kemudian Allah memutuskan  batas untukku, kemudian  aku memasukkan mereka ke dalam surga’. Atas dasar itu, syafa’at beliau melulu  dalam batas orang-orang yang telah diputuskan  oleh Allah Azza wa Jalla dan syafa’at beliau tidak guna  di samping  mereka yang sudah  ditentukan. Maka bagaimana disebutkan  bahwa anak bakal  memohonkan syafa’at guna  bapaknya, namun andai  bapaknya tidak mengerjakan  aqiqahnya, maka anak tersebut  ditahan dari memohonkan syafa’at guna  bapaknya?

Demikian pun  orang yang memohonkan syafa’at guna  orang beda  tidak dinamakan  ‘tergadai’, lafazh tersebut  itu tidak mengindikasikan  demikian. Sedangkan Allah Azza wa Jalla telah mengabarkan  bahwa seorang hamba tersebut  tergadai dengan usahanya, sebagaimana

firman Allah Azza wa Jalla

. كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ

Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang sudah  diperbuatnya. [al-Muddatsir/74 : 38] Allah Azza wa Jalla berfirman.

أُولَٰئِكَ الَّذِينَ أُبْسِلُوا بِمَا كَسَبُوا

Mereka itulah orang-orang yang dicelakakan  ke dalam neraka diakibatkan  perbuatan mereka sendiri. [al-An’am/6 : 70]

Maka orang yang tergadai ialah  orang yang tertahan, kemungkinan diakibatkan  oleh perbuatannya sendiri atau tindakan  orang lain. Adapun orang yang tidak memohonkan syafa’at guna  orang beda  tidak dinamakan  ‘tergadai’ sama sekali. Bahkan orang yang tergadai ialah  orang yang terbendung  dari hal  yang bakal  dia raih, namun urusan  tersebut  tidak me sti terjadi dengan karena  darinya, bahkan urusan  tersebut  terjadi terkadang diakibatkan  oleh perbuatannya sendiri atau tindakan  orang lain.

Dan Allah Azza wa Jalla sudah  menjadikan aqiqah terhadap anak sebagai karena  pembebasan gadainya dari setan yang telah berjuang  mengganggunya sejak  kelahirannya ke dunia dengan mencubit pinggangnya. Maka aqiqah menjadi tebusan dan pembebas si anak dari tahanan setan terhadapnya, dari pemenjaraan setan di dalam tawanannya, dari halangan setan terhadapnya guna  meraih kebaikan-kebaikan akhiratnya yang adalah tempat kembalinya. Maka seakan-akan  si anak ditahan sebab  setan menyembelihnya (memenjarakannya) dengan pisau (senjata) yang sudah  disiapkan setan untuk semua  pengikutnya dan semua  walinya. Setan sudah  bersumpah untuk  Rabbnya bahwa dia bakal  menghancurkan keturunan Adam kecuali sedikit salah satu  mereka. Maka setan tidak jarang  kali  berada di lokasi  pengintaian terhadap si anak yang dicetuskan  itu semenjak terbit  di dunia.

penjelasanya kira-kira seperti ini

Sewaktu si anak lahir, musuhnya (setan) bersegera mendatanginya dan menggabungkannya kepadanya, berjuang  menjadikannya dalam genggamannya dan pemahamannya serta dijadikan rombongan pengekor  dan tentaranya. Setan sangat energik  melakukan ini. Dan beberapa  besar  anak-anak yang dicetuskan  termasuk dari unsur  dan tentara setan. Sehingga si anak berada dalam gadai ini. Maka Allah Azza wa Jalla mensyariatkan untuk  kedua orang tuanya untuk mencungkil  gadainya dengan sembelihan yang menjadi tebusannya. Jika orang tua belum menyembelih untuknya, si anak masih tergadai dengannya. Oleh sebab  itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

اَلْغُلاَمُ مُرْنَهَنٌ بِعَقِيْقَتِهِ، فَأَرِيْقُوْا عَنْهُ الدَّمَ وَأَمِيطُواعَنْهُ الأَذَى

Seorang bayi tergadai dengan aqiqahnya, maka alirkan darah (sembelihan aqiqah) untuknya dan singkirkan kotoran (cukurlah rambutnya) darinya. [1]

Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh  mengalirkan darah (menyembelih aqiqah) untuknya (si anak) yang membebaskannya dari gadai, andai  gadai itu sehubungan  dengan kedua orang tua, niscaya beliau bersabda :’Maka alirkan darah guna  kamu supaya  syafa’at anak-anak anda  sampai untuk  kamu’. Ketika anda  diperintahkan dengan menghilangkan kotoran yang nampak darinya (si anak dengan memotong  rambutnya) dan dengan menyalurkan  darah yang meghilangkan kotoran batin dengan tergadainya si anak, maka diketahui bahwa tersebut  untuk melepaskan  anak dari kotoran batin dan lahir. Allah Azza wa Jalla lebih memahami  maksud-Nya dan makud Rasul-Nya’. (Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud, hlm. 48-49, karya Ibnul Qayyim, Tahqiq : Basyir Muhammad Uyun, Penerbit Darul Bayaan dan Maktabah al-Muayyad cet. 4, Th 14141H/1994M)

Hadits yang dilafalkan  Imam Ibnul Qayyim rahimahullah ini kami dapati dengan lafazh :

مَعَ الْغُلاَمِ عَقِيٌَةٌ، فَأَهْرِيْقُوا عَنْهُ دَمًا وَأَمِيْطُوا عَنْهُ الأَذَى

Bersama seorang bayi terdapat  aqiqah, maka alirkan darah (yaitu, sembelihan aqiqah) untuknya dan singkirkan kotoran (yaitu cukurlah rambutnya) darinya. [HR Bukhari secara mu’allaq dan diwashalkan oleh Thahawi, pun  riwayat Abu Dawud, 2839, Tirmidzi no. 1515]

baca juga: