Terkait potong rambut bayi Kekayaan Indonesia akan aneka budaya, suku dan bahasa paling tak ternilai harganya. Kekayaan ini semakin berlimpah bareng datangnya Islam di Nusantara.
Proses saling memprovokasi antar dua-duanya menghasilkan sekian banyak macam tradisi. Tradisi ini tidak melulu terbatas pada laku sosial semata, tetapi pun laku peribadatan.
Di antara tradisi yang masih berlaku sampai kini. Ialah walimatut tasmiyah atau memberi nama sang bayi dan potong rambut bayi pada hari ke tujuh dengan disertai memotong domba sebagai aqiqah.
Bagi beberapa orang tradisi ini bukanlah urusan baru sebab Rasulullah saw sendiri pernah melakukannya bahkan pun menganjurkannya untuk Sayyidah Fatimah saat melahirkan Sayyidina Hasan.
Hal ini terdaftar dalam suatu hadits yang sahih yang diriwayatkan oleh Hakim “potong rambut nya dan sedekahlah dengan al-wariq (perak) cocok dengan timbangan rambut itu” Akan tetapi untuk sebagian yang beda memandang urusan ini ialah sesuatu yang baru yang membutuhkan dasar hukum yang jelas.
Hal ini butuh diluruskan. Berdasarkan sejumlah hadits laksana yang dinukil oleh Wahbah Zuhaili dalam Al-fiqhul Islami wa Adillatuhu bahwa rasulullah saw pun memberikan aqiqah untuk Hasan dan Husain. :
وروت عائشة أن النبي صلى الله عليه وسلم عق عن الحسن والحسين وقال: قولوا “بسم الله اللهم لك وإليك عقيقة فلان”
Adapun yang dilarang bukanlah potong rambut bayi teteapi adalah mengoleskan darah aqiqah ke kepala bayi. Karena hal ini dianggap oleh Rasulullah saw sebagai tradisi jahiliyah. Yang kemudian Rasulullah menggantinya dengan mengoleskan minyak wangi ke kepala bayi.
Oleh karena itu, jikalau kita menemukan tradisi mengoleskan minyak wangi di jidat bayi pada acara aqiqah.(biasanya berbarengan dengan bacaan maulid) sebenarnya merupakan sunnah Rasulullah saw.
Demikian penjelasan mengenai potong rambut bayi di Hari ke-7, wallahualam.