Bagaimana hukum mematahkan tulang hewan aqiqah?
Para ulama berbeda pendapat tentang hal ini namun ada dua pendapat yang bisa menjadi rujukan dalam kasus ini:
Pertama, Para ulama penganut mazhab Syafi’i dan Hanbali menyatakan sunnahnya menyembelih hewan aqiqah dan memotong-motong dagingnya mengikuti ruas sendi tanpa mematahkan tulangnya dan dimasak secara utuh. Pendapat ini dinukilkan dari Aisyah, Atha’ dan Ibnu Juraij.
Al-Baihaqi menyebutkan bahwa Atha’ pernah mengatakan, “dipotong-potong sesuai dengan ruas sendi dan tidak dipatahkan tulangnya.” Imam Ahmad juga mengeluarkan fatwa yang sama. Diriwayatkan oleh al-Khallal dari Abdul Malik bin Abdul Hamid mengatakan bahwa dia mendengar Abu Abdillah berkata tentang aqiqah, “tidak dipatahkan tulangnya. Dipotong menurut ruas sendi setiap tulang dan tidak dipatahkan tulangnya.” Para ulama penganut mazhab Hanbali menganggap hal ini adalah salah satu perbedaan antara aqiqah dengan qurban, yaitu hewan aqiqah tidak boleh dipatahkan tulangnya.
Baca Juga: Jasa Layanan Aqiqah Murah Jogja
Kedua, Imam Malik berpendapat diperbolehkan untuk mematahkan tulang hewan aqiqah. Bahkan, beliau menganjurkannya untuk menyalahi perilaku kaum jahiliyah yang tidak mematahkan tulang-tulang hewan sembelihan yang disembelih untuk bayi yang dilahirkan. Pendapat senada juga dikemukakan olehaz- Zuhri dan Ibnu Hazm azh-Zhahiri. Hal ini juga merupakan salah satu pendapat para ulama kota Bashrah penganut mazhab Syafi’i.
Para ulama pencetus pendapat kedua berdalih bahwa tidak ada dalil yang shahih tentang larangan untuk mematahkan tulang hewan aqiqah. Ibnu Hazm mengatakan, “Tidak ada dalil shahih yang melarang untuk mematahkan tulang hewan aqiqah.” Ibnu Hazm juga menganggap atsar Aisyah Ra tentang hal tersebut dhaif.
Menurut kebiasaan di masyarakat mematah-matahkan hewan aqiqah agar pemanfaatannya akan lebih efektif dan efisien. Tidak ada kemaslahatan tertentu yang melarang untuk mematahkan tulang, juga tidak ada hukum mematahkan tulang hewan aqiqah untuk tidak melakukannya, serta tidak hukum sunnah makruh yang dijadikan sebagai dasar pijakan.