Mayoritas ulama sepakat bahwa pelaksanaan aqiqah ialah hari ketujuh dari kelahiran. Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW, yang artinya, “Setiap anak itu tergadai dengan hewan aqiqahnya.
Disembelih darinya pada hari ketujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama.” (HR Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan, dan dishahihkan oleh Tirmidzi).
Walau begitu, menurut pendapat sebagian ulama, apabila terlewat dan tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh, aqiqah tersebut bisa dilaksanakan pada hari ke-14. Dan jika tidak bisa juga, maka pada hari ke-21.
Pendapat ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan dari Abdullah Ibnu Buraidah dari ayahnya dari Nabi SAW, beliau berkata bahwasannya,
“Hewan akikah itu disembelih pada hari ketujuh, atau keempat belas, atau kedua puluh satunya.” (HR Baihaqi dan Thabrani).
Waktu pelaksanaan aqiqah Bila setelah tiga minggu masih tidak mampu, maka kapan saja pelaksanaannya boleh dilakukan di kala sudah mampu.
Sebab, pelaksanaan pada hari-hari ketujuh, keempat belas dan kedua puluh satu adalah sifatnya sunah dan paling utama bukan wajib. Dan boleh juga melaksanakannya sebelum hari ketujuh.
Sementara untuk bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh disunahkan juga untuk disembelihkan aqiqahnya.
Aturan ini, menurut beberapa ulama, juga berlaku bagi calon bayi yang meninggal saat masih berada di dalam kandungan ibunya dengan syarat sudah berusia empat bulan di dalam kandungan.
baca juga : Tata Cara Menggelar Aqiqah yang Disunahkan