Sering kali orang tua mencari informasi tentang ketakutan pada anak, apa sih yang menyebebkan itu semua, dan bagaimana cara mengatasinya, nah jika bunda mncari jawaban dari pertanyaan bunda, tulisan dibawah ini akan mnjawab kegelisahan bunda dalam menghadapi ketakutan pada anak.
1. KETAKUTAN UNTUK BERPISAH (SEPARATION ANXIETY)
Anak khawatir harus berpisah dengan orang terdekatnya. Figur ibu, tak tidak jarang kali harus berarti ibu kandung, tetapi pengasuh, kakek-nenek, ayah, atau siapa saja yang memang dekat dengan anak. Kelekatan anak dengan sosok ibu yang semula terasa amat kental, seringkali akan berkurang di tahun-tahun berikutnya. Bahkan di umur 2 tahunan, kala telah bereksplorasi, anak akan mencungkil diri dari keterikatan dengan ibunya. Justru bakal jadi masalah bila si ibu kelewat melindungi/overprotektif atau kegemaran mengatur segala hal, sampai tak dapat mempercayakan anaknya pada orang lain. Perlakuan semacam tersebut justru akan menciptakan kelekatan ibu-anak terus bertahan dan akhirnya memunculkan kelekatan patologis hingga si anak besar. Akibatnya, anak enggan sekolah, mudah nangis, dan sulit dirayu saat ditinggal ibunya.Bahkan si ibu beranjak ke dapur atau ke kamar mandi pun, dibuntuti si anak terus. Repot, kan?
Cara Mengatasi:Jelaskan pada si kecil, kenapa ibu me sti pergi/bekerja. Begitu pun penjelasan mengenai waktu walau anak umur ini belum sepenuhnya memahami alias belum tahu serupa kapan pagi, siang, sore, dan malam serta pengertian tentang berapa lama setiap tenggang masa-masa tersebut. Akan sangat mempermudah bila orang tua memakai bahasa yang gampang dimengerti. Semisal, “Nanti, waktu anda makan sore, Ibu telah pulang.” Jika tak dapat pulang cocok waktu yang dijanjikan, beri tahu anak lewat telepon. Sebab, anak bakal terus menantikan dan ini justru dapat menambah rasa fobia anak. Ia bakal terus khawatir bertanya-tanya, mengapa sang ibu belum datang
baca juga: mindset orang tua dalam menghadapi virus covid 19
2. TAKUT MASUK “SEKOLAH”
Bukan soal gampang melepas anak umur batita masuk playgroup. Sebab, ia me sti beradaptasi dengan lingkungan barunya. Padahal, tak seluruh anak dapat gampang beradaptasi. Dari pihak orang tua, tidak tidak banyak pula yang malah tak rela melepas anaknya “sekolah” sebab khawatir anaknya terjatuh kala bermain atau didorong temannya.
Cara Mengatasi:Orang tua tetap butuh mengantar anak ke “sekolah” sebab ini mencantol soal pembiasaan.
3. KETAKUTAN PADA ORANG ASING
Di usia-usia awal, anak memang inginkan digendong/dekat dengan siapa saja. Namun di umur 8-9 bulan seringkali mulai hadir ketakutan atau sikap mengawal jarak pada orang yang belum begitu dikenalnya. Ini normal sebab anak telah mengerti/mengenali orang. Ia mulai sadar, mana orang tuanya dan mana orang beda yang jarang dilihatnya.
Cara Mengatasi di umur batita seharusnya rasa fobia pada orang asing telah mulai berangsur hilang karena, toh, ia telah bereksplorasi. Semestinya anak telah memperoleh lumayan pengetahuan guna menyadari bahwa tak seluruh orang asing/yang belum begitu dikenalnya adalah ancaman baginya. Biasanya, malah karena orang tua sering menakut-nakuti, sampai-sampai anak bersikap laksana itu. “Awas, tidak boleh deket-deket sama orang yang belum anda kenal. Nanti diculik, lo!” Memang boleh-boleh saja orang tua menasehati anak guna berhati-hati/bersikap waspada pada orang asing, namun sewajarnya saja dan bukan dengan teknik menakut-nakutinya.
4. TAKUT PADA DOKTER
Cara Mengatasi:Izinkan anak membawa benda atau mainan kesayangannya ketika datang ke dokter sampai-sampai ia merasa aman dan nyaman. Di rumah, orang tua dapat membantunya dengan meluangkan mainan berupa perlengkapan dokter-dokteran. Anak biarkan saja menjalani peran sebagai dokter. Secara rutin ajak anak ke dokter gigi untuk mengawal kesehatan giginya. Tak terdapat salahnya pun mengajak dia ketika orang tua atau kakak/adiknya berobat gigi. Dengan begitu anak mendapat infomasi bagaimana dan ke mana ia me sti pergi untuk mengawal kesehatan giginya. Lambat laun ketakutannya pada sosok dokter malah berganti menjadi kekaguman.
5. KETAKUTAN HANTU”
Hi, di situ terdapat hantunya. Ayo, tidak boleh main di situ!” Gara-gara sering ditakut-takuti dan ditakuti laksana itu, batita yang sebenarnya belum memahami sama sekali mengenai hantu, jadi tahu dan takut. Bisa pun karena ia menyaksikan film horor di televisi.
Cara Mengatasi:Jauhkan anak dari tontonan mengenai hantu. Orang tua juga seyogyanya tidak boleh pernah mengancam anak melulu demi kepentingannya. Bisa pula dengan membelikan buku-buku kisah atau tontonan anak tentang karakter hantu atau penyihir yang baik hati.
6. TAKUT GELAP
Biasanya juga karena orang tua. “Mama takut, ah. Lihat, deh, gelap, kan?” Takut pada gelap dapat juga sebab anak pernah dihukum dengan dikurung di ruang gelap. Bila empiris pahit tersebut begitu membekas, bukan tidak barangkali rasa takutnya bakal menetap sampai umur dewasa. Semisal terbit keringat dingin atau justeru jadi sesak napas masing-masing kali sedang di ruang gelap atau menjerit-jerit kala listrik seketika padam.
Cara Mengatasi:Saat istirahat malam, tidak boleh biarkan kamarnya dalam suasana gelap gulita. Paling tidak, biarkan lampu istirahat yang redup tetap menyala. Cara lain, biarkan boneka atau benda kesayangannya tetap menemaninya, seolah beraksi sebagai penjaganya sampai anak tak butuh takut.
baca juga: ceramah penting dalam pelaksanaan aqiqah
7. KETAKUTAN SAAT BERENANG
Sangat jarang anak umur balita fobia air. Kecuali bila dia pernah merasakan hal tak mengenakkan seperti tersedak atau justeru nyaris tenggelam ketika berenang sampai hidungnya tidak sedikit kemasukan air.
Cara Mengatasi:Lakukan pembiasaan secara bertahap. Semisal, tadinya biarkan anak sekadar merendam kakinya atau menciprat-cipratkan air di empang mainan seraya tetap mengenakan pakaian renang. Bisa pun dengan memasukkan anak ke klub renang yang ditangani ahlinya. Atau dengan tidak jarang mengajaknya berenang bareng dengan saudara/teman-teman seusianya. Tentu saja seraya terus didampingi dan dibangun kepercayaan dirinya bahwa berenang sungguh menyenangkan, sampai tak butuh takut. Kalaupun anak tetap takut, tidak boleh pernah memaksa lagipula memarahi atau melecehkan rasa takutnya. Semisal, “Payah, ah! Berenang, kok, takut!”
8. TAKUT HEWAN
Tak tidak banyak anak yang fobia pada jangkrik, kecoa atau serangga terbang lainnya. Sebetulnya ini wajar, sampai orang tua tidak boleh tambah menakut-nakutinya, “Awas, nanti terdapat kecoa, lo.” Hendaknya justru dapat memahami sebab anak umur ini barangkali saja menemukan tidak sedikit hal yang bisa membuatnya takut.
Cara Mengatasi:Boleh saja orang tua memberi pengenalan mengenai alam hewan pada anak. Tak butuh kelewat detail laksana halnya profesor memberi kuliah. Tugas orang tua sebatas mengetahui ketakutan anak sekaligus membantunya merasa aman. Boleh saja katakan, “Ayah tahu anda takut jangkrik.” Cukup segitu dan tidak boleh paksa anak berada terus-menerus dalam pembicaraan tentang rasa takutnya. Anak itu harusnya tidak dipaksa untuk selalu berani menghdapi semuanya “Belum saatnya mencobakan anak menyaksikan atau justeru menyentuhkan serangga yang ditakutinya. Ini melulu akan menciptakan anak semakin takut.” Bila dipaksakan terus, anak malah dapat fobia pada serangga. Biarkan anak tertarik dengan sendirinya dan seringkali ini terjadi sesudah anak berusia 2 tahunan. Jika anak memang fobia kala terdapat serangga yang terbang di dekatnya, bantulah guna mengusirnya bersama.
Sumber : tabloid-nakita.com